Dalam dunia blue collar, pelanggaran terhadap aturan perusahaan merupakan hal yang cukup kerap terjadi, baik karena disengaja maupun tidak.
Sebagai manusia, seorang karyawan tentu tak terlepas dari kesalahan, baik kecil maupun besar.
Namun, jangan sampai kesalahan tersebut berbuah menjadi sebuah pelanggaran, ya.
Meskipun demikian, perusahaan tak bisa serta-merta melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan yang melanggar.
Jika seorang karyawan sampai melakukan tindak pelanggaran, maka hal pertama yang dilakukan oleh perusahaan adalah memberikan surat peringatan alias SP.
Dasar Hukum Pemberian Surat Peringatan
Sebagaimana telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 151 Ayat 1 yang berbunyi:
“Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).”
Aturan tersebutlah yang kemudian mendasari terbitnya SP sebagai sebuah bentuk teguran kepada karyawan yang melanggar aturan.
SP diberikan secara bertahap, dari SP 1, SP 2, hingga SP 3, jika pelanggaran terus menerus dilakukan.
Baca juga: 5 Langkah Melakukan Penilaian Kinerja Karyawan, Cek Indikatornya!
Manfaat Surat Peringatan
Surat ini tentu saja tak selalu berarti buruk. Meskipun Namanya mengerikan, SP juga memiliki manfaat tersendiri baik bagi perusahaan maupun karyawan.
Surat ini diberikan dengan tujuan memberikan efek jera bagi karyawan yang melanggar aturan.
Tak hanya itu, karyawan lain yang menyaksikan juga diharapkan untuk tidak melakukan pelanggaran yang sama dan mengambilnya sebagai pelajaran.
Dari sisi karyawan, SP berfungsi sebagai buffer agar ia tak langsung dipecat jika melakukan sebuah pelanggaran.
Aturan dan Ketentuan Menulis Surat Peringatan Menurut Undang-Undang
Selain memiliki dasar hukum yang kuat, proses penyusunan SP juga diatur dalam Undang-Undang, yakni UU Ketenagakerjaan Pasal 161.
Berikut adalah aturan pembuatan surat peringatan sebagaimana tertuang dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 161.
- “(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
- (2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan , kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.”
Dari kutipan UU tersebut, dapat disimpulkan bahwa SP harus diberikan hingga tiga kali berturut-turut sebelum terjadi pemutusan hubungan kerja.
Berturut-turut artinya dalam kurun waktu 6 bulan seperti yang telah tertuang di atas.
Jika dalam kurun waktu 6 bulan karyawan tidak diberikan surat peringatan kedua, maka artinya ia terbebas dari SP pertama.
Begitu pula sebaliknya.
Jika dalam kurun waktu 6 bulan karyawan melakukan pelanggaran lain, maka SP kedua, bahkan ketiga, dapat diberikan.
Hanya setelah SP ketiga diberikan, perusahaan berhak melakukan pemutusan hubungan kerja jika tak ada perbaikan dari karyawan.
Contoh SP untuk Karyawan
Surat peringatan untuk karyawan harus ditulis dengan lengkap, mulai dari nama dan jabatan karyawan, hingga pelanggaran yang dilakukan.
Tak cukup sampai di situ, alasan hingga tujuan pemberian surat pun harus ditulis dengan sejelas mungkin tanpa ambiguitas.
Hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman secara legal yang dapat merugikan baik perusahaan maupun karyawan.
Berikut ini adalah contoh dari SP yang dapat diberikan kepada karyawan yang melakukan pelanggaran.
Demikianlah contoh surat peringatan karyawan yang dapat Anda buat.
Jangan lupa perhatikan kaidah dan landasan hukumnya sebelum Anda mengeluarkannya.